My Coldest CEO

39| Past And Present



39| Past And Present

0Felia menatap heran ke arah Leo, pasalnya laki-laki ini benar-benar membelikan dirinya berbagai macam pasang baju untuknya. Padahal, ia sendiri bahkan sudah melupakan hal itu karena terbawa suasana yang menyesakkan akibat dari perlakuan laki-laki tersebut kepada dirinya.     

"Kenapa sebanyak ini, Tuan?" tanyanya sambil menatap Leo yang baru keluar dari mobilnya dengan kedua tangan yang penuh menenteng paper bag untuk keperluan dirinya.     

Leo menolehkan kepala ke arah Felia, lalu mengulas sebuah senyuman yang hangat. "Ya sekalian banyak saja, lagipula kamu belum ada stok baju kan di rumah saya." ucapnya dengan nada yang terlampau tenang.     

Mungkin jika di total, ia hampir menghabiskan uang sekitar dua puluh juta hanya untuk pasang baju yang berada di dalam paper bag ini.     

"Memangnya kamu tau selera aku?"     

"Tidak tahu, tadi saya menyuruh petugas wanita di sana untuk mengemas pakaian yang paling rekomendasi untuk tubuh kecil seperti kamu."     

Entah Felia harus menjerit kegirangan atau tidak, tapi yang jelas LEO BENAR-BENAR SANGAT ROMANTIS, ASTAGA! Jangan sampai kedua pipinya kembali bersemu hanya karena ini.     

Mereka berdua sudah kembali dan menginjakkan kaki tepat di depan teras mansion milik si laki-laki yang tidak membiarkan Felia untuk membawa barang belanjaannya sendiri. Mulai masuk ke dalam dan tentu saja di sambut hangat oleh laki-laki berprofesi doorman di rumah ini, lalu berjalan ke arah ruang tamu.     

"Lelah," gumam Felia sambil mendaratkan bokongnya di atas sofa panjang. Ia melepas alas kaki yang membingkai permukaan kakinya, lalu mulai membaringkan tubuh di atas benda yang sangat empuk itu.     

Kalau boleh ia jujur, tingkat kelembutan sofa ini jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan tekstur kasur miliknya yang berada di dalam rumah sederhana. Ia yakin 100% kalau barang mahal, pasti kualitasnya akan benar-benar sempurna.     

"Iya lah lelah, orang kamu kabur dari saya. Kalau tidak, pasti kita sudah makan malam di restoran berbintang supaya tidak menambah pekerjaan Bara karena harus pulang ke rumah bertemu keluarganya." balas Leo. Ia ikut mendaratkan bokongnya di sofa, namun berbeda dengan yang di tempati oleh Felia. Jangan terlalu dekat-dekat dengan wanita yang dapat membangkitkan hasrat.     

Felia menghembuskan napasnya, kini kedua manik matanya menatap ke langit-langit ruangan dengan sorot mata yang sulit di artikan. Ingin meminta maaf atas kejadian ini pun rasanya tidak ada yang salah dengan tindakannya beberapa menit lalu. Tapi tidak meminta maaf juga rasa bersalah menghampiri benaknya karena saat mendengar apa yang dikatakan Leo mengenai Bara membuat dirinya merasa bersalah.     

"Iya maaf, aku tidak tahu, Tuan. Lagipula, aku membiarkan kalian berbicara tanpa aku yang memang menjadi duri di antara kalian."     

Senyuman pahit mulai terukir tepat di permukaan wajahnya, terlihat jelas kalau itu adalah senyum penuh luka. Tak apa, perwalian yang manis namun menyakitkan, sudah biasa.     

Leo menatap ke arah Felia, ia sama sekali tidak tahu kalau ada Azrell di sana. "Hei, saya dengan Azrell sudah selesai, Fe. Saya benar-benar sudah tidak ada hubungan dengan wanita itu lagi," ucapnya yang masih mencoba mengucapkan sebuah kejujuran yang sudah pasti akan tertampar oleh perkataan Felia bahwa dirinya masih menyayangi Azrell.     

"Kalau tidak ada hubungan lagi, kenapa Azrell menginginkan bayi dari hasil tembakan mu? bukankah itu adalah sebuah harapan, sudah pasti akan terwujud." ucap Felia. Ia enggan mengunci tatapan pada Leo, lebih memilih untuk menatap langit-langit ruangan dengan sorot kosong.     

"Itu hanya harapan di masa lalu, lagipula saya sama sekali tidak pernah berhubungan badan dengannya. Dan bagaimana bisa munculnya seorang buah hati hasil dari kerja keras ku dengan wanita itu?"     

Jawaban Leo memang masuk akal. Entah kenapa Felia menjadi wanita yang bersikap seolah-olah takut kehilangan seseorang yang di sayang.     

"Dan ya, aku sangat tidak percaya akan hal itu. Sorot mata Azrell mengatakan segalanya kalau wanita itu mencintai kamu, aku merasa sangat buruk jika bahagia di atas penderitaan orang lain." balasnya dengan sorot mata yang sendu.     

Dari dulu, Azrell adalah segala-galanya. Dan titik kerusakan mereka sangat kokoh, jarang sekali bertengkar ya walaupun terkadang pernah berdecak satu sama lain tapi setelah itu tertawa kembali. Sekalinya hancur, seakan-akan dunia sudah berpisah dari jangkauan langit. Perumpamaan yang menakutkan sekaligus membuat perpisahan jarak yang tercetak jelas.     

Leo masih menatap Felia, ia tahu wanita yang kini sedang menatap langit-langit mansion miliknya itu berperasaan sangat lembut. Melihat sorot mata yang takut kehilangan seseorang disayangi adalah hal yang paling menyesakkan. "Kamu tau? Azrell tidak cukup dewasa untuk menangani beberapa hal, dan yang harus kamu lakukan itu tetap berada di jalan sesungguhnya. Nanti dia akan mengerti kok bagaimana jika ada di posisi kamu,"     

Menganggukkan kepalanya dengan gerakan pelan, Felia akhirnya menghembuskan napas sebelum mengubah posisi tiduran menjadi duduk tegak. "Yuk makan malam, aku lapar." ucapnya sambil menepuk-nepuk perut. Bayangkan saja seharian ini ia baru makan di pagi hari karena siang harinya ketiduran dan bangun-bangun di ajak Leo ke pusat perbelanjaan. Dan ya, mungkin saja cacing di perutnya sudah berdemo.     

Leo menaikkan sebelah alisnya, kenapa suasana seorang wanita bisa berubah-ubah dengan sangat cepat seperti itu? bahkan kini ia sama sekali tidak menemukan jawaban apapun untuk pertanyaan sederhana dalam benaknya itu.     

Banyak hal yang bisa di genggam Leo, termasuk uang yang sangat mudah untuk di dapatkan. Tapi untuk wanita, rasanya kenapa sulit sekali memahami mereka?     

Tidak ingin ambil pusing karena jujur saja, dirinya sudah muak dengan permasalahan yang di bawa oleh Azrell. Di kejar-kejar mantan sudah biasa, namun kalau mantannya bermodel seperti wanita yang satu itu.. rasanya sangat memberatkan karena tidak akan pernah melepaskan dirinya.     

"Yasudah yuk, sepertinya menu makan malam ini sedikit berat." ucapnya sambil beranjak dari duduk. Ia tadi meletakkan paper bag di atas meja, biarkan saja berada di sana, paling nanti ada maid yang bergerak untuk inisiatif memasukkannya ke dalam kamar Felia.     

Felia mengikuti gerakan Leo yang beranjak dari duduknya, lalu menganggukkan kepala. "Tidak masalah, memangnya kenapa kalau menu dengan kalori yang berat?" ucapnya sambil menunjukkan sebuah senyuman manis namun tipis.     

"Bukankah semua wanita melakukan diet dan membatasi kalori dalam makanan mereka?" tanya Leo kebingungan. Apalagi mengingat Azrell yang terkadang hanya sarapan dengan salad tanpa embel-embel protein atau karbohidrat lainnya, belum lagi kalau di ajak makan malam pasti wanita itu akan memilih makanan dengan porsi dikit yang menurut dirinya tidak akan mengenyangkan.     

Felia terkekeh kecil, lalu berjalan memutari meja sampai berada tepat di samping Leo. "Memangnya aku kayak mereka, ya? kalau makan di batasi seperti itu, tidak akan bisa menikmati bagaimana kelezatan makanan." ucapnya yang menyampaikan pendapat. Ia tidak pernah menjalankan diet apalagi yang sangat ketat seperti Azrell, menurutnya justru menyiksa diri.     

"Ya tidak sih, tapi kebanyakan wanita memang sangat anti kalori sehingga body mereka terbentuk sempurna." Leo menelusuri tubuh Felia dari kepala sampai ujung kaki, lalu kembali pada wajah yang menenangkan itu. "Tapi, kenapa tubuh mu tetap terjaga seperti ini?" tanyanya yang keheranan.     

Terkadang ia bingung dengan teknik dan jalan pikir para wanita. Bisa-bisanya mereka lebih hebat dalam hal mengurangi berat badan, tapi untuk para laki-laki pribadi sangat sulit dan harus gym pada akhir pekan di setiap minggunya.     

"Ya karena.. tidak tahu. Aku sarapan, setelah itu bekerja menjadi maid. Jarang makan juga, bahkan terkadang tidak makan karena malas sudah kelelahan bekerja."     

"Kalau begitu, di rumah saya kamu akan mendapatkan segalanya. Nanti kita gym di akhir pekan untuk tetap sehat dan menjaga bentuk tubuh,"     

"Gym?"     

"Iya, pernah kan?"     

Felia mengerjapkan kedua bola matanya, ia terakhir pergi ke gym beberapa tahun yang lalu bahkan ia lupa. Karena kalau ingin berolahraga di tempat yang memiliki kelengkapan alat, pasti bayarannya sangat mahal. Tahu sendiri kalau dirinya hanya wanita sederhana. Menganggukkan kepalanya dengan ragu, lalu mengubah raut wajahnya. "Kapan kita makan malam? apa tunggu sampai obrolan kita selesai?"     

Selalu saja seperti itu, Felia gemar sekali mengesampingkan topik pembicaraan sampai-sampai keluar dari jalur.     

Leo terkekeh lalu mencubit gemas hidung mancung Felia. "Sudah lapar banget ya?" tanyanya, melirik ke arah jam tangan yang melingkari pergelangan tangan. "Jam makan malam kita sekitar satu jam lagi, sebaiknya bersih-bersih tubuh terlebih dahulu." ucapnya sambil mengelus puncak kepala wanita mungil tersebut.     

"Baiklah kalau begitu," jawab Felia.     

"Ingin mandi kan? yuk."     

"Iya Tuan, yuk."     

Felia ingin melangkahkan kakinya, supaya bisa membersihkan tubuh sesuai dengan ucapan Leo. "Ada apa lagi, Tuan?" tanyanya sambil menolehkan kepala ke arah laki-laki tersebut.     

Terdapat kilatan bergairah yang terpancar jelas di kedua bola mata Leo. Ia membalikkan tubuh Felia, supaya sepenuhnya menghadap dirinya. "Mandi bersama tapi, yuk?" ucapnya dengan smirk yang tercetak jelas di permukaan wajahnya.     

Blush     

Wajah Felia bersemu, ia sama sekali tidak berpikiran kearah 'sana', seperti apa yang dipikirkan Leo. "E-eh? apa sih Tuan, jangan seperti itu."     

"Ya sebelum makan sebaiknya melakukan kegiatan dulu, iya kan? soalnya besok kita akan terbang ke Paris, tanpa pengecualian dan tentu harus tidur sesuai dengan jam tidur normal."     

"Loh? kenapa tiba-tiba ingin terbang ke Paris? kenapa tidak bertanya terlebih dahulu pada ku?"     

"Kali ini, apalagi alasan mu untuk menolak saya? kamu sudah berada di tangan saya, tidak perlu izin dari siapapun untuk itu."     

Felia mengembuskan napasnya, "Baiklah. Tapi mandi biasa saja, tidak perlu ada sesuatu yang vulgar." ucapnya yang menyetujui hasrat Leo. Di pancing, malah terpancing. Siap-siap saja nanti tubuhnya lemas saat makan malam.     

Leo menganggukkan kepalanya, lalu mengangkat sebuah senyuman. "Tidak janji,"     

Dalam sekali sentakan, tubuh Felia sudah berada di gendongannya ala bridal style. Tentu saja wanita yang tidak siap dengan pergerakan itu langsung saja mengalungkan tangannya ke lehernya.     

Hari ini, akan menjadi hari yang panjang setelah hadirnya kerumitan yang ada.     

...     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.